Jakarta, Lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia
memiliki migrain yang intens, yaitu sakit kepala berdenyut yang sering
disertai dengan sensitivitas cahaya, mual dan perubahan dalam fungsi
visual atau sensorik. Studi terbaru menunjukkan bahwa pasien migrain
memiliki bagian otak tertentu yang abnormal.
Sebelumnya, telah dilakukan penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi penyusutan jaringan saraf atau atrofi daerah korteks otak pada pasien migrain. Hal ini berhubungan dengan pemrosesan rasa sakit, yang mungkin terjadi karena rangsangan kronis pada daerah tersebut.
Dalam studi terbaru, para ilmuwan di Italia mempelajari ketebalan kortikal dan luas permukaan lapisan luar otak pasien migrain. Peneliti menemukan bahwa beberapa dari pasien migrain cenderung memiliki kelainan otak saat lahir dan beberapa mengembangkan kelainan otak tersebut seiring berjalannya waktu.
Penelitian tersebut dipimpin oleh Dr. Massimo Filippi, direktur dari Neuroimaging Research Unit di University Ospedale San Raffaele dan professor neurologi di University Vita-Salute's San Raffaele Scientific Institute di Milan, yang ingin memahami dasar patofisiologi penyakit neurologis, termasuk migrain dengan menggunakan teknologi neuroimaging.
Filippi telah memulai penelitiannya beberapa tahun lalu dengan mempelajari pasien migrain dengan MRI untuk menentukan kelainan struktural dan fungsional yang berhubungan dengan migrain, tujuannya untuk mengidentifikasi mekanisme yang menyebabkan ekspresi klinis dan memantau evolusinya.
"Pasien migain ternyata tidak hanya memiliki otak yang berfungsi secara berbeda saja, namun sebenarnya mungkin memiliki perbedaan struktural juga dengan otak orang yang sehat," kata Filippi, seperti ditulis Foxnews, Kamis (28/3/2013).
Penelitian ini melibatkan 63 orang dewasa dengan migrain dan 18 orang yang sehat atau tidak memiliki migrain. Temuan tersebut yang dipublikasikan secara online pada tanggal 26 Maret dalam jurnal Radiology.
Berdasarkan hasil scan MRI, tim Filippi menemukan bahwa otak pasien migrain cukup rumit. Beberapa daerah korteks pada otak pasien migrain tampak lebih tebal, tetapi beberapa korteks di daerah lain lebih tipis. Tebal tipisnya korteks pada pasien migrain tidak merata jika dibandingkan dengan otak orang yang sehat.
Filippi menyatakan bahwa penting untuk memahami perubahan struktural otak terkait dengan migrain karena dapat memberikan gambaran tentang penyebab nyeri dan gejala lainnya. Misalnya dokter mungkin dapat memonitor perubahan struktural di korteks otak untuk mengukur respons pasien migrain terhadap pengobatan.
Peneliti belum mengetahui apakah perubahan struktural pada otak tersebut bersifat dinamis atau terus mengalami perubahan seiring waktu. Tim penelitian tersebut kini masih mengikuti peserta penelitian untuk melihat apakah pola struktural dalam otak tersebut 'stabil' atau cenderung bergeser, dan akan mengambangkan penelitian migrain pada anak-anak.
Sebelumnya, telah dilakukan penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi penyusutan jaringan saraf atau atrofi daerah korteks otak pada pasien migrain. Hal ini berhubungan dengan pemrosesan rasa sakit, yang mungkin terjadi karena rangsangan kronis pada daerah tersebut.
Dalam studi terbaru, para ilmuwan di Italia mempelajari ketebalan kortikal dan luas permukaan lapisan luar otak pasien migrain. Peneliti menemukan bahwa beberapa dari pasien migrain cenderung memiliki kelainan otak saat lahir dan beberapa mengembangkan kelainan otak tersebut seiring berjalannya waktu.
Penelitian tersebut dipimpin oleh Dr. Massimo Filippi, direktur dari Neuroimaging Research Unit di University Ospedale San Raffaele dan professor neurologi di University Vita-Salute's San Raffaele Scientific Institute di Milan, yang ingin memahami dasar patofisiologi penyakit neurologis, termasuk migrain dengan menggunakan teknologi neuroimaging.
Filippi telah memulai penelitiannya beberapa tahun lalu dengan mempelajari pasien migrain dengan MRI untuk menentukan kelainan struktural dan fungsional yang berhubungan dengan migrain, tujuannya untuk mengidentifikasi mekanisme yang menyebabkan ekspresi klinis dan memantau evolusinya.
"Pasien migain ternyata tidak hanya memiliki otak yang berfungsi secara berbeda saja, namun sebenarnya mungkin memiliki perbedaan struktural juga dengan otak orang yang sehat," kata Filippi, seperti ditulis Foxnews, Kamis (28/3/2013).
Penelitian ini melibatkan 63 orang dewasa dengan migrain dan 18 orang yang sehat atau tidak memiliki migrain. Temuan tersebut yang dipublikasikan secara online pada tanggal 26 Maret dalam jurnal Radiology.
Berdasarkan hasil scan MRI, tim Filippi menemukan bahwa otak pasien migrain cukup rumit. Beberapa daerah korteks pada otak pasien migrain tampak lebih tebal, tetapi beberapa korteks di daerah lain lebih tipis. Tebal tipisnya korteks pada pasien migrain tidak merata jika dibandingkan dengan otak orang yang sehat.
Filippi menyatakan bahwa penting untuk memahami perubahan struktural otak terkait dengan migrain karena dapat memberikan gambaran tentang penyebab nyeri dan gejala lainnya. Misalnya dokter mungkin dapat memonitor perubahan struktural di korteks otak untuk mengukur respons pasien migrain terhadap pengobatan.
Peneliti belum mengetahui apakah perubahan struktural pada otak tersebut bersifat dinamis atau terus mengalami perubahan seiring waktu. Tim penelitian tersebut kini masih mengikuti peserta penelitian untuk melihat apakah pola struktural dalam otak tersebut 'stabil' atau cenderung bergeser, dan akan mengambangkan penelitian migrain pada anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar